Skandal Vonis Mati Bos Narkoba, Hakim Agung Yamani Melanggar 5 Kode Etik

G+

Jakarta - Sikap Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan hakim agung Ahmad Yamani tidak terbukti menerima suap dan hanya lalai menulis putusan dinilai kurang tegas. Menurut Komisi Yudisial (KY), anggota majelis PK gembong narkoba Hengky Gunawan ini jelas-jelas telah melanggar kode etik hakim.

"Pelanggaran kode etik itu bukan cuman ada penyuapan, di mana penyuapan itu sudah termasuk pidana," kata juru bicara KY, Asep Rahmat Fajar kepada wartawan, Senin (19/11/2012).

Menurut KY, apa yang terungkap oleh tim investigasi Mahkamah Agung (MA) nyata-nyata pelanggaran kode etik. Dari tindakan tidak profesional, memihak hingga tidak disiplin.

"Berdasarkan poin-poin di kode etik, hakim harus sungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya," lanjut Asep.

Dalam poin kode etik tentang disiplin tinggi, Yamani harus harus tertib dalam menjalankan tugasnya. Poin kode etik selanjutnya juga mengharuskan seorang hakim mempunyai integritas tinggi.

"Poin keempat, hakim jangan melakukan perbuatan tercela dan poin kelima, hakim harus berikap adil yaitu hakim jangan memberikan kesan memihak," tandas Asep.

"Nah semua itu bisa termasuk dalam unprofessional conduct," tegas Asep.

Berdasarkan lima alasan di atas, maka Yamani nyata-nyata telah melanggar kode etik hakim. Oleh karenanya, KY akan menyelidiki kasus ini tidak hanya bermuara di Yamani, tetapi kepada seluruh pihak yang terkait. Termasuk ketua majelis hakim, Brigjen TNI (Purn) Imron Anwari.

"Ya memang aneh kalau ketua majelis nggak tahu. Bisa tahu, merestui, atau malah jadi inisiatornya," kata Wakil Ketua KY, Imam Anshari Saleh.

Seperti yang diketahui, MA akhirnya berbicara apa adanya mengenai alasan mundurnya Ahmad Yamani dari posisi hakim agung. Setelah sebelumnya menyebut Yamani mundur karena sakit maag akut, kini MA mengakui adanya alasan lain: Yamani lalai dalam menuliskan vonis untuk gembong narkoba Hengky Gunawan.

"Tim pemeriksa MA telah melakukan pemeriksaan terhadap majelis atas nama Hengky Gunawan. Ditemukan adanya tulisan tangan dari hakim agung Ahmad Yamani yang menuliskan hukuman pidana penjara 12 tahun. Dan kedua hakim lainnya tidak setuju pidana 12 tahun melainkan 15 tahun," ujar Kepala Biro Humas MA Ridwan Mansyur.

Seperti diketahui, Henky adalah pemilik pabrik ekstasi di Surabaya. PN Surabaya memvonis 17 tahun penjara, Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menghukum 18 tahun penjara dan kasasi MA mengubah hukuman Hengky menjadi hukuman mati. Namun oleh Imron Anwari, Hakim Nyak Pha dan Ahmad Yamani, hukuman Hengky menjadi 15 tahun penjara.

Sumber : detik
Follow Us :

About Ambar Syahputra Siregar

    Blogger Comment
    Facebook Comment