Jakarta, Dunianews.net -
Tembakau sintetis yang dikenal dengan cap gorila
menuai pro kontra dari elemen pemerintah. Hingga kini belum ada
kepastian hukum apakah tembakau sintetis itu masuk sebagai golongan
narkotik jenis baru.
Direktur Reserse Narkoba Mabes Polri
Brigadir Jenderal Eko Daniyanto justru mempertanyakan sejak kapan gorila
ditetapkan sebagai narkotik jenis baru.
"Kalau ditemukan jenis
baru berarti itu sudah disahkan oleh Menteri Kesehatan yang diajukan
oleh BNN (Badan Narkotika Nasional) ke Menteri Kesehatan atau BPOM
(Badan Pengawas Obat dan Makanan), kecuali kalau memang sudah disahkan
berarti tidak boleh digunakan," ujarnya saat dihubungi oleh
CNNIndonesia.com, Jumat (6/1).
Menurut Eko, selama Menteri
Kesehatan belum mengesahkan gorila sebagai narkotik jenis baru, maka BNN
ataupun kepolisian hanya dapat menyebutnya sebagai barang yang
terindikasi narkotik jenis baru.
Para pengguna gorila, kata Eko, juga tidak dapat ditindak secara hukum
selama barang tersebut belum tercantum dalam Undang Undang (UU) nomor 35
tahun 2009 tentang Narkotik.
Eko sendiri belum dapat memastikan
dari mana bahan kimia yang digunakan oleh produsen gorila. Berdasarkan
informasi yang dia himpun, bahan kimia itu berasal dari Amerika Latin.
Namun dia sendiri belum bisa memastikan kebenaran kabar itu.
"Mana ada di Indonesia yang bisa mengantarkan berkas gorila, jaksa juga tidak mau menerima," tuturnya.
Eko
menilai, dampak dari tembakau gorila yang masuk dalam synthetic
cannabinoid lebih parah dari ganja. Hal itu disebabkan tembakau gorila
harus disemprot oleh zat kimia. Namun, Eko enggan menjelaskan lebih
lanjut zat kimia yang digunakan itu.
Pendapat berbeda diutarakan
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BNN Kombes Slamet Pribadi. Dia
menilai, tembakau gorila merupakan narkotika jenis baru karena terdapat
kandungan AB-CHMINACA. Kandungan itu disebut memiliki efek yang sama
layaknya ganja yang disemprot dengan cairan kimia.
Proses
menunggu keputusan dari Kemenkes juga menjadi kendala bagi BNN. Slamet
mengatakan, sudah hampir satu tahun rekomendasi soal penetapan gorila
menjadi narkotika jenis baru belum juga diputuskan.
"Kami masih
menunggu keputusan Kemenkes. Belum ada penetapan synthetic cannabinoid
ini masuk dalam Undang-undang Narkotika," ucapnya beberapa waktu lalu.
Hingga saat ini, pihak BPOM juga belum pernah melakukan uji laboratorium secara langsung terkait tembakau gorila.
Kepada CNNIndonesia.com,
seorang sumber yang enggan disebut namanya mengatakan, BPOM hanya
menerima rekomendasi dari hasil uji lab yang dilakukan oleh BNN.
Pengguna Ditangkap
Meski
belum masuk dalam UU Narkotika namun, aksi penangkapan terhadap
pengguna tembakau gorila pernah dilakukan di wilayah Jakarta Selatan.
Kasat
Narkoba Polres Jakarta Selatan Kompol Vivick Tjangkung mengatakan,
pihaknya sudah menangkap setidaknya 3 kali selama tujuh bulan belakangan
terkait penggunaan tembakau gorila. Meski demikian, penindakan itu
tidak menggunakan UU Narkotik.
"Tidak ada pembuktian dalam UU
kita, sebenarnya kita bisa saja menggunakan UU kesehatan tapi lebih
menjerat kepada penyuplai bukan pengguna," ujarnya.
Menurut
Vivick, pemerintah seharusnya lebih cepat bertindak menentukan soal
hukum bagi pengguna tembakau gorila itu. Dia menilai, efek dari bahan
kimia di tembakau gorila lebih banyak menyasar remaja.
Sumber : CNN Indonesia
Blogger Comment
Facebook Comment