NEW DELHI - Revolusi digital mendorong para inovator
untuk terus mencari cara paling efisien dalam aktivitas sehari-hari.
Celah ini dimanfaatkan mereka yang punya teknologi, termasuk di sektor
komunikasi melalui aplikasi pesan instan. Yang terbaru adalah kemunculan
fitur baru WhatsApp Payment di India. Fitur dari aplikasi berkirim
pesan WhatsApp ini merupakan gebrakan anyar dari anak usaha Facebook
asal Amerika Serikat (AS).
Dengan layanan ini, para penggunanya
bisa saling berkirim uang melalui aplikasi WhatsApp. Tak hanya itu, ke
depan WhatsApp Payment juga memungkinkan penggunanya bisa melakukan
aneka pembayaran secara real time seperti belanja hingga tagihan
bulanan. Namun, yang terakhir ini belum terkonfirmasi secara gamblang.
Di
India sejauh ini nilai pembayaran digital diperkirakan mencapai USD200
miliar. Dari jumlah tersebut, USD10 miliar di antaranya menggunakan
smartphone dengan berbagai aplikasi yang ada.
“Integrasi
pembayaran ke dalam aplikasi akan mendorong pasar pembayaran digital
menjadi USD1 triliun dalam lima tahun ke depan. Pembayaran digital di
India akan melonjak di belakang perusahaan teknologi raksasa global yang
bertindak sebagai agregator untuk transaksi ritel,” ungkap Credit
Suisse, dikutip businesstoday.
Selain WhatsApp Payment,
raksasa internet AS, Google Tez, juga telah lebih dulu memperoleh
keuntungan dari transaksi digital, yakni melalui lender keempat terbesar
di India, Axis Bank.
Hasilnya, transaksi unified payment
interface (UPI) meningkat delapan kali. Dengan kemunculan WhatsApp
Payment, pembayaran digital diperkirakan semakin melonjak. Fitur baru
WhatsApp Payments yang terpasang di apli kasi WhatsApp sudah mulai di
gunakan para pengguna Android sejak diluncurkan dalam versi beta pada
awal bulan ini.
India merupakan salah satu pasar yang
mendapatkan layan an itu. Fitur pembayaran itu disusun menggunakan UPI
dan memiliki jaringan bank yang luas. WhatsApp Payment merupakan fitur
pembayaran real time yang membantu transaksi antarpengguna tanpa perlu
memasukkan kode NFSC dan rincian akun rekening.
Pengguna hanya
perlu memastikan nomor ponsel mereka terhubung dengan akun bank. Sejauh
ini bank itu meliputi ICICI, Axis, HDFC Bank, State Bank of India, dan
Yes Bank. Misalnya, pengguna WhatsApp berinisial A tertarik untuk
membeli tas yang dijual si B. Selain dapat berkomunikasi via WhatsApp,
mereka juga dapat membayar transaksi itu melalui WhatsApp Payments.
Caranya
sangat mudah. Saat chatting, si A hanya perlu memencet ikon attachment
dan memilih WhatsApp Payments. Kelebihan terbesar WhatsApp dalam
mengeluarkan WhatsApp Payments ini ialah aplikasi ini memiliki pengguna
aktif yang sangat banyak. Hingga akhir 2017 pengguna aktif WhatsApp men
capai 1,5 miliar orang.
Menurut PwC, kemampuan untuk menciptakan
volume transaksi yang tinggi memegang peranan penting dalam
menyukseskan bisnis pembayaran digital meng ingat labanya yang tipis.
WhatsApp merupakan aplikasi paling populer kedua di India. Di Negeri
Bollywood ini pengguna aktif bulanan WhatsApp mencapai 250 juta nomor.
Hal
itu dinilai sudah cukup untuk menyaingi aplikasi Paytm yang dilaporkan
memiliki 310 juta pengguna. Selain itu, jumlah sheer WhatsApp juga
sangat tinggi dan disikapi secara bijak oleh India. AmrishRau, CEO
perusahaan pembayaran PayU India, juga terkesan dengan fitur itu. “Iseng
mencoba WhatsApp Pay ment, saya jadi teringat apa itu pengalaman luar
biasa,” katanya.
Jika WhatsApp berhasil menjalankan bisnis ini,
pembayaran digital di India akan mengalami transformasi ekstrem seperti
di China. Tencent yang meluncurkan WeChat Pay pada 2013 dan membuka kran
transfer antar pengguna atau peer to peer (P2P) juga mengubah kebiasaan
masyarakat dari membawa dompet menjadi membawa WeChat.
Berdasarkan
data Credit Suisse, pembayaran nontunai di China mencapai USD5 triliun
dalam empat tahun terakhir. Tren ini didukung dengan menjamurnya
e-commerce. Di India, WhatsApp akan bersaing langsung dengan Google Tez,
Paytm, dan Mobikwik, yang menawarkan lebih banyak layanan seperti
pembayaran listrik.
Lalu, bagaimana dengan di Indonesia? Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi
Fintech Indonesia Ajisatria Suleiman, ekspansi WhatsApp ke bisnis
pembayaran tidak akan menjadi ancaman bagi perusahaan aplikasi financial
technology (fintech) yang telah eksis di Indonesia.
Dia menilai
WhatsApp memang diuntungkan karena penggunanya yang besar untuk skala
global. Meski begitu, untuk masuk sebagai perusahaan payment gateway di
Indonesia, dia harus mengikuti aturan main di dalam negeri.
“Saya
kira tidak masalah. Bahkan yang besar-besar seperti kategori chat
aplikasi seperti Facebook dan media sosial lainnya ada kemungkinan
menyasar sektor ini. Tapi, aturan main nya juga harus dipenuhi,” kata
dia kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Aturan main
itu, ujar dia, harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia
(BI). Menurutnya, ada strategi untuk masuk sebagai aplikasi dengan
fungsi pembayaran salah satunya bekerja sama dengan pemegang izin uang
elektronik. Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi dari Institute For
Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira
menjelaskan, saat ini perkembangan fintech terbagi oleh dua segmen.
Pertama,
segmen menengah ke atas yang literasi keuangannya cukup bagus. Segmen
ini sudah mempunyai akses kerekening perbankan dengan memanfaatkan
e-money atau e-wallet.
Biasanya segmen ini terdapat di wilayah
perkotaan. Dengan masih minim akses jaringan internet di seluruh
Indonesia, kata Bhima, fintech yang berkembang di daerah yaitu yang
berbasis seluler pesan singkat atau SMS. Hal ini termasuk kedalam
fintech segmen menengah kebawah. Sejumlah perusahaan
yangfokuspadasegmenini, yaitu Bank BTPN dengan BTPN Wow! dan Telkomsel
dengan T-Cash.
“Jadi, bagaimana supaya fintech bisa masuk ke
daerah yang tidak ada akses internetnya, jadi mereka bisa transfer uang
melalui SMS, ada potensi besar di situ, market-nya di wilayah
perdesaan,” urainya. Menurut Bhima, Indonesia bisa mencontoh
negara-negara di wilayah Afrika yang memanfaatkan teknologi fintech yang
lebih sederhana atau low cost technology.
Di negara tersebut,
masyarakat bisa melakukan transfer maupun penarikan uang di sejumlah
toko kelontong. Hal ini bisa dilakukan melalui fasilitas SMS. “Tren
lainnya, bisnis transportasi online akan berubah menjadi fintech. Dia
bisa transfer dan memindahkan uang ke bank, jadi para mitra yang
jumlahnya 2 juta orang di seluruh Indonesia bisa menjadi agen dari
fintech atau laku pandai,” jelasnya.
Dia menilai bisnis payment
gateway melalui fintech akan terus berkembang. Data yang ada saat ini
sekitar 34% masyarakat memiliki rekening di bank.
Dengan
keberadaan fintech jumlahnya bisa meningkat hingga 50%. Hal tersebut
harus didukung dengan penetrasi internet yang lebih luas lagi di seluruh
Indonesia. Potensi pasar bisnis pembayaran online di Indonesia memang
cukup besar. Hal ini seiring perkiraan nilai transaksi sektor e-commerce
yang diprediksi mencapai USD130 miliar pada 2020.
Tak heran
bila pertumbuhan bisnis di sektor ini juga cukup menjanjikan. Anistasya
Kristina, VP Public Relations PT Nusa Satu Inti Artha yang mengelola
perusahaan aplikasi pembayaran DOKU, mengatakan, ke depan untuk
memanfaatkan potensi bisnis payment gateway, pelaku usaha harus
bersinergi dengan pihak lain.
“Jadi, nanti tidak hanya fokus di
payment gateway, tapi ada juga peer to peer lending, DOKU akan
menggandeng mitra untuk memberikan pinjaman, sudah ada tiga partner
salah satunya Coin Works,” akunya.
Sumber : Sindonews.com
Blogger Comment
Facebook Comment