Jakarta, Dunianews.net - Cuti selama ini dianggap sebagai sebuah hak pekerja
dan kesempatan untuk bisa libur selain di hari libur. Namun sebenarnya,
ada arti yang lebih penting dari sekadar rehat.
"Ibarat mesin, manusia itu perlu service kecil yaitu libur akhir pekan dan service
besar setiap bulan yaitu cuti, nah ini yang sering tidak dipakai oleh
banyak pekerja," kata psikolog dan akademisi Universitas Atma Jaya,
Vierra Della, saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
Cuti
selama ini hanya dianggap sebagai hak yang harus dijalankan, karena
khawatir akan 'hangus' bila tidak diambil. Bukan hanya itu, bagi
sebagian orang cuti lebih baik diubah dalam bentuk materi seperti uang.
Padahal
menurut Vierra, cuti yang dijatah menurut Undang-undang Ketenagakerjan
memiliki fungsi ganda baik bagi karyawan dan perusahaan.
Bagi
karyawan, cuti bisa membuat performa meningkat setelah penat akibat
stres pekerjaan. Peningkatan produktivitas ini dinilai dapat
menguntungkan karyawan karena mendorong penilaian positif dari
perusahaan.
Sedangkan bagi perusahaan, kondisi kesehatan mental
dan produktivitas yang terjaga berkat cuti juga akan membantu mencapai
target produksi. Selain itu juga meminimalisir biaya klaim kesehatan
hingga rekrutmen.
Vierra menjelaskan, kapasitas manusia saat
bekerja pada dasarnya sudah diukur berdasarkan kajian ilmiah sehingga
menghasilkan ketentuan delapan jam kerja.
Namun ketika seseorang
dipaksa untuk terus bekerja tanpa memiliki waktu cukup untuk
beristirahat, stres karena pekerjaan perlahan-lahan akan membuat
produktivitas seseorang makin menurun.
"Dampaknya mulai dari yang
kecil dan fisik seperti kelelahan, maag, dan lain-lain. Nah bandelnya,
banyak juga perusahaan yang tidak punya jadwal medical check up rutin,
dan karyawannya juga tidak sadar. Jadi sama-sama berlagak buta," kata
Vierra.
Vierra mengatakan, perusahaan berhak membuat pekerjanya
terus bekerja asalkan sanggup memastikan kesehatan baik fisik dan mental
bawahannya tetap terjaga.
Hal itu dapat diperoleh dari
pengelolaan sumber daya manusia dengan memberikan program hiburan,
pengecekan kesehatan, dan lainnya. Bila ini terjaga, Vierra yakin akan
menguntungkan perusahaan dan karyawan dalam jangka panjang.
Indonesia Mulai 'Sadar'
Lembaga penghubung tenaga kerja seperti JobStreet juga mengakui pentingnya cuti demi kemaslahatan karyawan dan perusahaan. Pernah dianggap sebagai hal sepele, menurut Jobstreet, kini perusahaan sudah mulai sadar akan pentingnya cuti.
"Untuk
di Indonesia sendiri kami melihat tren perusahaan mulai peduli akan
cuti yang dibutuhkan oleh karyawannya," kata Faridah Lim, country
manager JobStreet saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
"Apalagi
dengan kehidupan modern saat ini. Cuti dapat membuat karyawan
beristirahat dan menenangkan pikiran supaya saat nanti masuk kembali
sudah dalam kondisi segar, ide maksimal, dan produktivitas meningkat."
Sebagai
perusahaan yang kerap membantu para HRD mencari tenaga kerja, Faridah
merasa hampir sebagian besar perusahaan sudah menerapkan cuti setidaknya
berdasarkan ketentuan pemerintah selama 12 hari dalam setahun.
Bahkan
lebih jauh, Faridah menyebut banyak perusahaan memberikan hari libur
tambahan di luar yang diwajibkan, seperti hari libur 'kejepit'.
Fasilitas 'memanjakan' itu diberikan demi produktivitas karyawan dapat
meningkat.
Namun, Faridah juga melihat ada perbedaan perlakuan
antara perusahaan global dengan lokal. Faridah mengatakan perusahaan
global yang sebagian besar adalah perusahaan besar, lebih banyak
memiliki fasilitas 'penyeimbang hidup' lainnya selain cuti wajib dari
pemerintah.
Hal ini tidak lain berdasarkan keputusan internal
perusahaan yang menyadari keseimbangan hidup antara pekerjaan dan
pribadi karyawan sangat berpengaruh pada kelangsungan kerja perusahaan.
"Perusahaan
perlu memberi cuti guna memberikan penyegaran atau meningkatkan
produktivitas karyawan karena keseimbangan itu pada akhirnya akan
membawa keuntungan pada perusahaan," kata Faridah.
"Sedangkan
bagi karyawan, kesempatan cuti harus digunakan dengan bijak. Karena
terkadang ada yang memanfaatkan cutinya terlalu bebas, dan ada juga yang
merasa tak punya kegiatan lain sehingga tak mau cuti."
Sumber : CNN Indonesia
Blogger Comment
Facebook Comment