Jakarta, Dunianews.net -
Harga minyak melompat lebih dari 2,5 persen pada
perdagangan Rabu (11/1), waktu Amerika Serikat (AS), seiring pelemahan
dolar AS pasca konferensi pers Presiden terpilih, Donald Trump. Harga
minyak juga dipengaruhi kabar Arab Saudi yang memangkas ekspor ke Asia.
Dikutip
dari Reuters, nilai tukar dolar AS melorot setelah pidato Trump yang
dinilai mengecewakan investor. Semakin lemah nilai tukar, maka harga
minyak dengan denominasi dolar AS juga semakin kurang darah.
Penguatan
harga minyak juga ditengarai oleh penurunan persediaan di hub minyak
berjangka di Cushing, Oklahoma, AS, yakni sebanyak 579 ribu barel pada
pekan lalu.
Baca Juga : Sepanjang November Rupiah "Terseret" Dollar AS
Hasilnya, harga Brent berjangka meningkat US$1,46 per barel ke angka
US$55,10 per barel. Sementara, harga West Texas Intermediate (WTI)
meningkat US$1,43 per barel ke angka US$52,5 per barel.
Di sisi
lain, eksportir minyak terbesar di dunia, Arab Saudi melansir telah
memberitahu konsumennya di Asia terkait rencana memangkas suplai pada
Februari 2017.
Kendati demikian, hal ini sudah diantisipasi
dengan strategi importir minyak mencari sumber minyak selain dari
organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC), yang sebelumnya
mengumumkan bakal memangkas produksi.
Pelaku pasar di Eropa dan
Cina dikabarkan mengimpor 22 juta barel minyak mentah dari Laut Utara
dan Azerbaijan ke Asia pada bulan ini. Angka tersebut terbilang rekor
baru dalam beberapa waktu terakhir.
Apalagi, Irak, yang merupakan
produsen minyak terbesar kedua di antara anggota OPEC, berencana untuk
meningkatkan ekspor dari pelabuhan Basra menjadi 3,64 juta barel pada
Februari mendatang.
Baca Juga : Tahun 2027, Wisata ke Bulan Tak Lagi Mustahil
Di sisi lain, laporan Energy Information
Administration (EIA) menyebut, produksi minyak mentah AS juga
diperkirakan meningkat dari 110 ribu barel per hari menjadi 9 juta barel
per hari pada tahun ini.
Sumber : CNN Indonesia
Blogger Comment
Facebook Comment