Jakarta, Dunianews.net -
Keputusan pemerintah menaikkan pajak pertambahan
nilai (PPN) dan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun ini diyakini tidak
akan membuat kinerja emiten rokok besar turun hingga akhir 2017 nanti.
Beban baru dari dua instrumen fiskal tersebut akan ditutupi dengan
menaikkan harga jual rokok untuk menjaga margin pendapatan.
Analis
Panin Sekuritas Frederik Rasali menuturkan, laba bersih dari PT Handala
Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) tetap akan
tumbuh meski industri rokok tengah dihadapkan pada dua tantangan itu.
Seperti diketahui, kedua emiten tersebut terbilang cukup kuat dari sisi
permodalan dan menggengam kapitalisasi pasar terbesar untuk emiten
rokok.
"Aturan ini mungkin berpengaruh kepada PT Wismilak Inti
Makmur Tbk (WIIM) dan perusahaan rokok yang tidak tercatat yang akan
terbebani dan saling berebut pangsa pasar,” ucap Frederik kepada
CNNIndonesia.com, kemarin.
Terlebih lagi, pencapaian Wismilak
pada kuartal III 2016 lalu juga tercatat masih negatif. Berdasarkan
laporan keuangan perusahaan, laba bersih Wismilak turun 13,42 persen
menjadi Rp79,04 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar Rp91,3 miliar. Hal tersebut dipicu oleh penjualan
perusahaan yang turun dari Rp1,35 triliun menjadi Rp1,28 triliun.
Hal yang berbeda terjadi pada Sampoerna dan Gudang Garam yang berhasil
membukukan kinerja yang cemerlang pada periode yang sama tahun lalu.
Sampoerna berhasil meraup laba bersih Rp9,08 triliun, tumbuh 19,54
persen dari periode yang sama di 2015 sebesar Rp7,59 triliun. Kemudian,
laba bersih Gudang Garam tumbuh naik 12,03 persen menjadi Rp4,6 triliun
dari sebelumnya Rp4,1 triliun.
"Saya tidak melihat pengaruh
negatif akan terjadi pada Sampoerna dan Gudang Garam. Karena distribusi
mereka kuat, dan eksposur ke masyarakat juga lebih besar,” terang dia.
Frederik
memprediksi produsen rokok akan menaikan harga rokoknya berkisar 12
persen hingga 18 persen dari harga semula. Dengan kenaikan harga
tersebut, volume penjualan rokok secara nasional diprediksi turun dengan
kisaran yang sama. Hanya saja, Frederik menekankan, penurunan penjualan
hingga 18 persen ini tak akan menimpa Sampoerna dan Gudang Garam.
Sifat
masyarakat Indonesia yang sudah cukup ketergantungan dengan rokok
dinilai Frederik dapat menjadi penopang kinerja perusahaan rokok di
Indonesia. Sehingga, sebagian konsumen rokok dapat dikatakan tidak
terlalu sensitif dengan kenaikan harga rokok nantinya. Terlebih lagi,
sebagian konsumen cukup loyal terhadap merek tertentu.
"Kalau konsumsi masyarakat kemungkinan besar tidak terlalu terjadi perubahan,” jelasnya.
Naik Bertahap
Sepakat dengan Frederik, Analis
Mirae Aset Sekuritas Indonesia Dang Maulida memprediksi Gudang Garam
masih dapat bertumbuh dari sisi pendapatan sebesar 12,7 persen dan laba
bersih sebesar 8,9 persen. Sementara, untuk pendapatan Sampoerna
diramalkan mencapai 11 persen dan laba bersih sebesar 12 persen.
"Laba bersih Sampoerna bisa lebih tinggi dari pendapatannya karena dia untuk saat ini tidak punya utang,” ucap Dang.
Secara
teknis, lanjut Dang, produsen hanya akan menaikan harga rokok sekitar
4,5 persen. Hal ini disebabkan tingkat kenaikan PPN tak begitu tinggi
dari sebelumnya. Untuk tetap menjaga pasar, produsen rokok dapat
menaikan harga rokoknya secara bertahap, sehingga pasar tak begitu kaget
dan beralih ke merek rokok lainnya.
"Tergantung dari
produsennya, pokoknya mereka mungkin bisa memilih mau mempertahankan
pangsa pasar atau profitabilitasnya,” pungkas Dang.
Ia pun
mengilustrasikan harga rokok jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan 1
dengan aturan pemerintah saat ini. Bila dalam satu pack rokok dengan
isi 12 batang rokok diberi harga pabrik sebesar Rp14.250, kemudian harga
distribusi naik menjadi Rp15 ribu. Artinya, harga satu batang rokok
Rp1.250.
"Dari satu batang rokok, biasanya ada tiga yang dipungut
itu CHT saya contohkan Rp530, kemudian pajak rokok Rp53, dan PPN Rp108.
Jadi total yang masuk ke pemerintah Rp691. Sisanya ke produsen,” jelas
Dang.
Sekadar informasi, pemerintah telah resmi menaikkan PPN menjadi 9,1
persen pada Januari 2017 ini dari sebelumnya 8,7 persen diyakini akan
membuat produsen rokok menaikkan penjualan rokoknya pada tahun ini.
Peraturan
terkait PPN tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 207/PMK.010/2016 tentang Tata Cara Perhitungan dan Pemungutan PPN
Atas Penyerahan Hasil Tembakau. Sementara, rata-rata kenaikan CHT
sebesar 10,54 persen dan harga jual eceran (HJE) rokok naik rata-rata
sebesar 12,26 persen.
Sumber : CNN Indonesia
Blogger Comment
Facebook Comment