Jakarta, Dunianews.net -
Pelemahan harga minyak kembali berlanjut pada Senin
(30/1), seiring menguatnya sinyal produksi Amerika Serikat (AS) di bawah
kepemimpinan Presiden Donald J. Trump. Hal tersebut membuat rencana
OPEC dan negara-negara non anggota lainnya yang bersepakat memangkas
produksi demi mendongkrak harga minyak, menjadi sia-sia.
Tengok
harga minyak Brent acuan Eropa untuk pengiriman Maret 2017, yang turun
US$26 sen menjadi US$55,26 per barel setelah pada akhir pekan lalu sudah
tergerus US$72 sen. Sementara, harga minyak di bursa berjangka NYMEX
turun US$22 sen menjadi US$52,95 per barel untuk pengiriman bulan yang
sama.
Melorotnya harga minyak tersebut, dipicu oleh laporan Baker
Hughes yang mencatat perusahaan migas AS menambah pemesanan alat
pengeboran (rig) menjadi 15 unit sepanjang pekan lalu. Menjadikan total
rig yang dioperasikan menjadi 566 unit, tertinggi sejak November 2015
silam.
Produksi minyak AS sendiri secara perlahan sudah meningkat
sesuai proyeksi International Energy Agency, yang mencatat produksi
minyak negara tersebut bisa bertambah 320 ribu barel per hari (bph).
Menjadikan total produksi minyak AS menjadi 12,8 juta bph.
“Bertambahnya produksi minyak AS, seharusnya sudah diperkirakan sebelumnya,” ujar riset Bank ANZ, dikutip dari Reuters.
Hal
tersebut menjadikan rencana OPEC dan produsen minyak lainnya termasuk
Rusia yang ingin memotong produksi sebanyak 1,8 juta bph di semester I
2017 menjadi sia-sia.
“Namun kami berkeyakinan, pemangkasan
produksi OPEC akan lebih cepat dibandingkan peningkatan produksi AS. Hal
itu juga secara cepat mengurangi stok minyak global yang terus
meningkat dalam dua tahun terakhir,” kata riset tersebut.
Sumber : CNN Indonesia
Blogger Comment
Facebook Comment