Jakarta - Kita kembali disuguhkan sebuah realitas kejam
di ranah bisnis internet. Siapa yang masih terjebak di zona nyaman dan
tetap bertahan dengan ide-ide usang, siap-siap saja terlindas dan
menunggu mati.
Sudah banyak contoh yang bisa kita lihat dalam
satu dekade terakhir. Siapa yang tak kenal Friendster pada masanya?
Hanya dalam waktu singkat, pionir media sosial yang tadinya begitu
populer sekejap terlupakan ketika Facebook hadir.
Namun kita
sekarang tidak sedang membicarakan soal Friendster. Sekarang kita
bicarakan saja soal Yahoo saja yang megap-megap ketika eranya diambil
alih oleh Google. Padahal dulu, Yahoo punya kesempatan untuk terus jadi
raja diraja di internet jika berhasil mengakuisisi Google saat masih
murah.
Lalu, sekarang di mana posisi Yahoo? Sempat dihargai USD
125 miliar pada tahun 2000, kini hanya laku dijual dengan harga murah
untuk perusahaan pionir internet sekaliber itu, hanya USD 4,83 miliar.
Pelajaran
yang bisa dipetik di era saat ini, perusahaan teknologi muncul dan
tenggelam. Bahkan status perusahaan raksasa internet hari ini tak
menjamin seperti apa nasib mereka di masa depan.
Itu pula yang diyakini oleh Google. Itu sebabnya mereka sengaja memajang
replika T-Rex di halaman depan kantornya. Google tak ingin nasib mereka
hanya dikenang sebagai 'dinosaurus terkuat' yang kini tinggal kenangan
sejarah saja.
Kisah Yahoo
Kisah Yahoo
bermula puluhan tahun lalu, tepatnya di 1994. Jerry Yang, imigran asal
Taiwan yang baru lulus dari Stanford berduet dengan David Filo, seorang
programmer pendiam dari Lousiana. Mereka membuat semacam direktori
website bernama David's Guide to the World Wide Web.
Direktori
itu disukai pengguna internet. Tahun berikutnya, Sequoia Capital
menyuntikkan modal untuk perusahaan yang berganti nama jadi Yahoo itu,
lalu menunjuk mantan eksekutif Motorola, Tim Kogle, sebagai CEO. Jerry
Yang dan David Filo sendiri masih banyak terlibat.
Masa itulah
Yahoo berjaya tanpa tandingan. Tahun 1998, Yahoo adalah website paling
populer dan telah go public alias berjualan saham di bursa. Pada Januari
2000, harga saham Yahoo mencapai titik puncak senilai USD 118.
Baca Juga : Marissa Mayer Masih Bisa Terus Pimpin Yahoo
Namun kemudian, terjadilah apa yang disebut sebagai dotcom bubble di mana banyak perusahaan internet bertumbangan. Harga saham Yahoo di tahun 2001 bahkan anjlok sampai USD 8.
Beruntung,
Yahoo mampu bertahan di masa-masa sulit tersebut. Tampuk kepemimpinan
berganti dengan ditunjuknya Terry Semel, mantan eksekutif Warner
Brothers, sebagai CEO menggantikan Kogle.
Di masa inilah, Yahoo melewatkan kesempatan besar yang pasti mereka
sangat sesali. Dilansir Economic Times, Yahoo di tahun 2002 bisa saja
membeli Google. Namun karena kurang gigih, aksi akuisisi tersebut tidak
pernah terjadi.
Kemudian di tahun 2006, hampir saja Yahoo membeli
Facebook. Namun Semel menurunkan tawaran dari USD 1 miliar ke USD 850
juta. Mark Zuckerberg yang sebenarnya memang kurang berniat menjual
Facebook akhirnya benar-benar mantap menolak tawaran Yahoo.
Seperti
diketahui, Google dan Facebook kemudian menjadi raksasa yang melahap
bisnis Yahoo. Kedua perusahaan itu tidak dapat dipungkiri menjadi salah
satu alasan mengapa Yahoo terpuruk di kemudian hari.
Tentu saja
tidak semua strategi Yahoo gagal. Pada tahun 2005, Jerry Yang mengatur
pembelian 40% saham perusahaan e-commerce asal China, Alibaba, senilai
USD 1 miliar.
Sebuah pembelian berisiko, namun kemudian sukses
besar karena Alibaba berkembang jadi raksasa e-commerce di China. Saat
ini, saham Yahoo di Alibaba itu nilainya sekitar USD 80 miliar, jauh
lebih besar dari nilai Yahoo sendiri.
Waktu pun berlalu. Tahun
2008, Yahoo mulai menunjukkan tanda-tanda kemunduran. Microsoft datang
memberi penawaran senilai USD 44,6 miliar. Namun ditolak oleh Jerry Yang
yang saat itu CEO Yahoo, karena menganggap tawaran itu terlampau
rendah.
Baca Juga : Yahoo Sudah Laku Rp 63 Triliun?
Penolakan itu terbukti kebijakan yang salah dan lagi-lagi
berujung penyesalan, karena nilai Yahoo terus menurun. Tiga tahun
setelah tawaran Microsoft itu, kapitalisasi pasar Yahoo hanya USD 22,24
miliar.
Begitulah, Yahoo tak pernah mampu bangkit seperti zaman
keemasannya dahulu walau sudah bergonta-ganti CEO. Kapitalisasi pasar
mereka makin anjlok, PHK terpaksa dilakukan dan operasional kantor di
berbagai negara termasuk Indonesia ditutup.
Episode Yahoo sebagai perusahaan mandiri pun berakhir setelah dicaplok Verizon dengan angka hanya USD 4,83 miliar. Seperti detikINET kutip TheGuardian, Selasa (10/1/2017), akuisisi ini akan rampung Maret, akhir kuartal pertama 2017.
Sumber : detik
Blogger Comment
Facebook Comment